JAKARTA - Komoditas Pertambangan adalah produk yang diperoleh dari ekstraksi di dalam kerak bumi dan di bawah permukaan bumi, serta di bawah permukaan air dan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk diperdagangkan di bursa internasional. Proses penambangan terdiri dari beberapa tahap: prospeksi, analisis, eksplorasi, eksploitasi dan pemurnian untuk mendapatkan produk tambang murni. Hasil dari penambangan ini dapat berupa logam dan energi. Hasil pertambangan berupa bahan galian dibagi menjadi dua golongan, yaitu logam mulia dan bahan galian industri. Contoh logam mulia termasuk emas, perak, platinum, paladium, iridium, rhodium, sedangkan contoh bahan galian industri seperti asbes, aspal, bentonit, batu gamping, dolomit, diatomae, gipsum, halit, talk, kaolin, zeolit, tras.
Komoditas tambang berarti tentang perdagangan mineral dan batubara dunia. Komoditi pertambangan diperdagangkan di pasar mineral dan batubara dunia, sehingga pada ujungnya harga komoditi mineral dan batubara bergantung pada situasi pasar batubara dan mineral dunia. Harga mineral dan batubara dunia selalu berubah di setiap waktu menjelaskan tren harga batubara dunia dalam kurun waktu tertentu, sehingga keuntungan perusahaan pertambangan dunia juga dipengaruhi oleh situasi harga batubara dan mineral.
Hampir seluruh komoditas hasil tambang yang dikenakan Bea Keluar (BK) pada periode November 2022, mengalami penurunan harga seperti pada periode sebelumnya. Penurunan harga tersebut disebabkan menurunnya permintaan di pasar dunia. Hal ini dapat mempengaruhi analisis penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) produk pertambangan yang dikenakan Bea Keluar (BK) periode November 2022. Ketentuan Harga Patokan Ekspor (HPE) periode November 2022 diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1463 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Baku Ekspor Produk Pertambangan yang dikenakan Bea Keluar, tanggal 31 Oktober 2022.
“Rata-rata semua komoditas tambang yang dikenakan bea keluar masih mengalami penurunan harga akibat turunnya permintaan produk tersebut di pasar dunia, ” kata Didi Sumedi, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional.
Sektor Pertambangan di Indonesia merupakan salah satu komoditas yang mampu menggerakkan roda perekonomian nasional. Hal tersebut terjadi karena harga komoditi ditentukan oleh harga pasar, sehingga rentan akan permintaan pasar dunia yang tidak menentu dan Indonesia tidak dapat menentukan harga komoditi barang tambangnya sendiri. Selain itu, harga energi yang lain seperti harga minyak bumi juga mempengaruhi penentuan harga pasar. Tentang pelarangan ekspor bahan mentah membuat nilai ekspor bahan mentah menjadi nol. Pada saat harga minyak turun, komoditas pertambangan akan ikut terseret juga. Perekonomian global yang masih lesu juga menjadi penyebab turunnya kinerja pertambangan. Cina merupakan pembeli batubara terbesar dari Indonesia, ketika perekonomian dunia sedang lesu, maka permintaan batubara di Indonesia juga menurun.
Komoditi yang mengalami penurunan harga adalah konsentrat tembaga, konsentrat besi, konsentrat besi laterit, konsentrat mangan, konsentrat seng, konsentrat pasir besi, konsentrat ilmenit, konsentrat rutil, dan bauksit yang telah dicuci.
Baca juga:
Menalar Menara Lonceng Yohanes Paulus II
|
“Satu-satunya produk yang mengalami kenaikan harga relatif kecil adalah konsentrat timbal, setelah mengalami tren penurunan harga pada periode lalu. Sementara itu, harga pellet konsentrat pasir besi tetap tidak berubah seperti biasanya, ” ungkap Dedi.
Produk pertambangan yang mengalami penurunan harga rata-rata pada periode November 2022 yaitu:
• Konsentrat Tembaga (Cu 15%) dengan harga rata-rata USD 2.873, 47/WE atau turun 3, 41%.
• Konsentrat Besi (hematit, magnetit) (Fe 62?n 1% TiO2) dengan harga rata-rata USD 81, 43/WE atau turun 4, 24%.
• Konsentrat Besi Laterit (gutite, hematit, magnetit) dengan kadar (Fe 50?n (Al2O3 + SiO2) 10%) dengan harga rata-rata USD 41, 61/WE atau turun 4, 24%.
• Konsentrat Mangan (Mn 49%) dengan harga rata-rata USD 216, 31/WE atau turun 3, 24%.
• Konsentrat Seng (Zn 51%) dengan harga rata-rata USD 872, 68/WE atau turun 10, 42%.
• Konsentrat Pasir Besi (lamella magnetite-ilmenit) (Fe 56%) dengan harga rata-rata USD 48, 62/WE atau turun 4, 24%
• Konsentrat Ilmenit (TiO2 45%) dengan harga rata-rata USD 448, 66/WE atau turun 4, 77%.
• Konsentrat Rutile (TiO2 90%) dengan harga rata-rata USD 1.353, 64/WE atau turun 6, 55%.
• Bauksit Tercuci (Al2O3 42%) dengan harga rata-rata USD 30, 04/WE atau turun 4, 31%. • Konsentrat Timbal (Pb 56%) merupakan satu-satunya produk yang mengalami kenaikan dengan harga rata-rata USD 799, 48/WE atau naik 0, 38%.
• Konsentrat Pasir Besi (lamellae) magnetite-ilmenit) ( Fe 54%) dengan harga rata-rata USD 117, 98/WE masih tidak berubah.
Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) hasil pertambangan periode November 2022 dilakukan sesuai mekanisme pada periode sebelumnya yaitu dengan terlebih dahulu meminta masukan tertulis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku instansi teknis terkait. Masukan dan usulan harga oleh (ESDM) didasarkan pada perhitungan data perkembangan harga yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Asian Metal, Iron Ore Fine Australian, dan London Metal Exchange (LME). Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) tersebut kemudian dilakukan setelah rapat koordinasi dengan berbagai instansi terkait, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebelumnya, pada Maret 2022, hampir seluruh produk tambang yang dikenakan Bea Keluar (BK) menunjukkan kenaikan harga dibandingkan Februari 2022. Kenaikan harga ini disebabkan tingginya permintaan sebagian besar komoditas hasil tambang. Lebih lanjut, terkait industri pertambangan, pemerintah berkomitmen mendukung hilirisasi. Salah satunya dengan menghentikan ekspor bahan baku hasil tambang secara bertahap.
Artinya, pemerintah secara bertahap akan menghentikan ekspor bahan mentah. “Saya kira keuntungan menghentikan ekspor bahan mentah bisa kemana-mana, ” kata Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi juga mengungkapkan hilirisasi yang saat ini sedang berjalan dilapangan dan diyakini memberikan nilai tambah yang sangat besar. Selain itu, hilirisasi industri dapat memberikan berbagai nilai tambah di dalam negeri dan dapat dirasakan oleh masyarakat dan juga membuka lapangan pekerjaan.
Jadi kesimpulannya adalah Komoditas Tambang mengalami penurunan harga seperti pada periode sebelumnya. Penurunan harga tersebut disebabkan menurunnya permintaan di pasar dunia. Hal ini dapat mempengaruhi analisis penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) produk pertambangan yang dikenakan Bea Keluar (BK) periode November 2022. Sesuai mekanisme pada periode sebelumnya yaitu dengan terlebih dahulu meminta masukan tertulis dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku instansi teknis terkait. Oleh karena itu, Pemerintah berkomitmen mendukung hilirisasi. Salah satunya dengan menghentikan ekspor bahan baku hasil tambang secara bertahap. Presiden Jokowi juga mengungkapkan hilirisasi yang saat ini sedang berjalan dilapangan dan diyakini memberikan nilai tambah yang sangat besar.
Jakarta, 1 Desember 2022
Shafira
Mahasiswa Teknik Pertambangan
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Baca juga:
Sosok Helmi Dimata Awak Media Hukrim NTB
|